Artikel tentang “HUBUNGAN KARAKTERISTIK BALITA, PENYAKIT INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMBESI KOTA TERNATE”.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK BALITA, PENYAKIT INFEKSI DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMBESI KOTA TERNATE.
Rahma Rasyid, Nelly Mayulu, Grace D Kandou
* Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

Abstrak
Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa balita juga disebut sebagai ” masa keemasan ” jendela kesempatan dan ” masa kritis ” .(Depkes RI, 2006). Menurut Suharjo (2003) menyatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan pengunaan makanan. Telah berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Ternate khususnya Dinas Kesehatan yang lebih mengarah pada pendekatan strategis maupun pendekatan taktis yaitu berupaya mengobtimalkan pelayanan fungsi posyandu, upaya antisipasi terhadap peningkatan status gizi balita. Adapun yang menjadi fokus program kesehatan adalah penyakit infeksi pada balita dimana yang merupakan salah satu penyebab utama adalah masalah gizi. Data cakupan status gizi di Puskesmas Gambesi menunjukan kecendurungan meningkat dalam dua tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik balita, penyakit infeksi dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancagan Cross-secsional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi pada penelitian ini ialah semua balita usia 1-5 tahun di wilayak kerja Puskesma Gambesi Kota Ternate. Dan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 97 responden. Data primer diperoleh dari kuisioner, dan analisis yang digunakan yaitu: univariat, bivariat dengan uji Chi-square dan multivariat uji regresi logistik.
Hasil penelitian gambaran status gizi diwilayah kerja Puskesmas Gambesi dimana menunjukan ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi dengan nilai p= 0.028 dan nilai odds ratio sebesar 8.571 kali. Tidak ada hubungan signifikan antara AIR Susu Ibu (ASI)- Ekslusif dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi dengan nilai p= 1.000 dan odds ratio sebesar 1.018. Ada hubungan signifikan antara pemberian MP-Air Susu Ibu (ASI) dengan satatus gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi dengan nilai p=0.057 dan nilai odds ratio sebesar 2.357 kali. Tidak ada hubungan signifikan antara penberian kapsul vitamin A dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi dengan nilai p=0.252 dan nilai odds ratio sebesar 3.818 kali. Ada hubungan yang signifikan antara pemberian imunisasi dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi dengan nilai p= 0.000 dan nilai odds ratio sebesar 18.831 kali. Ada hubungan yang signifikan antara penyakit Infeksi
67
dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi dengan nilai p= 0.000 dan nilai odds ratio sebesar 131.143 kali.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara riwayat berat badan lahir dan penyakit infeksi, yang merupakan variabel yang peling dominan atau berpengaruh terhadap status gizi pada anak balita. Sebagai saran Puskesmas untuk lebih menigkatkan kegiatan monitaring dengan penilaian status gizi secara berkala yang dilaksanakn di posyandu dan pojok gizi, motifasi tenga kesehatan, penyebaran informasi, edukasi pada orang tua balita sehingga dapat menigkatkan status gizi balita.
Kata kunci : Karakteristik Balita, Penyakit Infeksi, Status Gizi
ABSTRACT
The first period of five years of life is very sensitive to the environmen and it is very short and will not happen anymore, so thet this period is also called as” a golden age” window of opportunity “ and critical period” (Moh, 2006). According to Suharjo (2003) stated that the nutritional status is a condition of the body as an effec of usage, apsortion and intake of food. The various efforts had been made by the government of Ternate especially the Health service Office which had leaded to a strategic approach and a tactical approach to optimize the Integrated Healt Service for Children under five years olds (posyandu), effort of anticipating to increase the nutritional status of the children under five years old. There is a focus of the health program is an infections disease on the children under five years old thet ia as the main cause of nutrition problem. The covarege data at Gambesi Public Health Center showed that the nutritional status was intend increasing in the two years ago. The purpose of this research is to know the correlation between the characteristics of children under five years old, infectious diseases and nutritional status of them at Gambesi Public Health Center of Ternate City.
This research is an observational study with Cross-Sectional desingn by using the quantitative approach. The population of This research are all of the children who have 1 to 5 years old in Gambesi Public Health Center. And the number of samples as many as 97 respondents. The primer data obtained from questionnaires, an analyzes wera used namely: univariate-bivariate with Chi-Square test and multivariate logistic regression test.
The result of this research described the nutritional status at work area Gambesi Public Health Center of Ternate city showed that there is significant correlation between birth weight of infant and nutritional status of children five years old at Gambesi Public Health Center by value is p = 0,028 and odds ratio
68
value is 8,571 times. There is no significant correlation between fesding of the Exclusive – Mother’s Breast Milk (ASI) and the nutritional of children under five years old at Gambesi Public health Center by value p = 1,000 and odds ratio value is 1,018. There is a significant correlation between the feeding of MP-Mother’s Breast Milk (ASI) with the nutritional status of children under five years old at Gambesi Public Health Center by values is p = 0,057 and the odds ratio value is 2,357 times. There is no signifikan correlation between feeding of vitamin A supplementational and nutritional status of children under five years old at Gambesi Public health Center by value is p = 0,252 and the odds ratio value is 3,819 times. There is a significan correlation between giving of immunization and nutritional status of children under five years old at Gambesi Public Health Center by value is p =0.000 and the odds value is 18.831 times. There is a significant correlation between infectious diseases and nutrition status of childen under five years old at Gambesi Public health Center by value is p = 0.000 and odds ratio value is 131,143 times.
From this research we can conclude the there is a significant correlation between birt weight of infant and history of infectious diseases, which is the most dominant of varible or influence on the nutritional status of children under five years old. As a suggestion the Public Health Center so the increase the monitoring activities by the evaluation of nutritional periodically thet be conducted at the Integrated Health Service for Children under five years old (posyandu) and the corner place for nutrition, motivation children’ parents so thet can improve the nutritional status of children under five years old.
Keywords : characteristics of children under five years old, infectious dieseases, nutritional status.
PENDAHULUAN
Hakekat pembagunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya untuk menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas, dalam rencana pembangunan nasional jangka panjanga (RPJP) 2005-2025 disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusis diarahkan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, dan masyarakat yang semakin sejahtara (Bappenas, 2005). kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan gabungan segenap karakteristik yang ada pada manusia meliputi karakteristik fisik, akal, pembentukan kualitas SDM dan merupakan proses panjang yang berlangsung dalam keseluruhan siklus hidup manusia sejak janin sampai usia lanjut. (Sri Muliyati, 2010)
Faktor krisis ekonomi dan kemiskinan sangat menentukan status gizi balita. karna dipengaruhi oleh daya beli. Karakteristik, pertumbuhan dan perkembangan balita juga tergantung pada proses sosial yang dilakukan orang
69
dewasa. interaksi antara orang dewasa dan anak (pengasuh). Selain itu juga dipengaruhi oleh pembarian MP-Asi dan vitamin A. (Depkes, 2008)
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menemukan beberapa faktor penyebab terjadinya pneumonia (Hartati, 2011) yang meneliti tentang Hubungan penyakit Infeksi Ispa dengan pnumonia dengan status Gizi anak Balita gizi kurang RSUD pasar Rebo Jakarta menemukan bahwa ada hubungan bermakna yang sangat siknifikan antara status gizi balita gizi kurang dengan ISPA (P volue= 0,000: ɑ=0.05).
Menurut World Healt Organisation/WHO (2010). Infeksi saluran pernafasan atas (Ispa) dengan pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak balita diseluruh dunia. Secara Global setiap tahun Ispa pneumonia membunuh sekitar 1,6 juta anak balita atau sekitar 14% dari seluruh dunia kematian diseliruh dunia. Angaka ini melebihi angka HIV/AIDS 2%, malaria 8% dan campak 1%. ISPA merupakan masalah kesehatan dunia angka kematian tertinggi, tidak saja dinegara-negara berkembang tapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan negara-negar di Eropa. Di Amerika serikat terdapat dua juta samapai tiga juta kasus Ispa punomonia pertahun dengan jumlah angka kematian rata-rata 45,000 orang (Misnadiarly, 2008)
Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia di bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantanya karena keadaan gizi yang kurang baik. Kondisi gizi anak-anak Indonesia rata-rata lebih buruk dibandingkan gizi anak-anak di dunia dan bahkan juga dari anak-anak Afrika (Anonim, 2006). Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk akibat penyakit penyerta infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) pneumonia, diare, campak dan pemberian vitamin A. Semetara mesalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (WHO, 2011) Prevalensi balita gizi buruk dan kurang merupakan Indikator Millinium Development Gools (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun 2015, yaitu terjadinya penerunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6% atau kurang gizi pada anak balita menjadi 15,5% (Bappenas, 2010). Pencapaian target MDGs belum maksimal dan belum merata disetiap provinsi. Besarnya prevalensi balita gizi buruk dan kurang gizi di Indonesi antara provinsi cukup beragam. (Rised Kesehatan Dasar, 2013).
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 secara nasiaonal prevalensi balita kurang gizi sebesar 6,8% balita sangat kurus 13,6%. Dimana prevalensi terendah yaitu Maluku utara dan yang tertinggi adalah Kalimantan Barat, Maluku, Aceh dan Riau. Hal ditujukan prevalensi kurang gizi pada anak balita masih 12,1% yang artinya walaupun pada tingkat nasional prevalensi balita kurang gizi telah
70
hampir mencapai target MDGs, namun masalah kurang gizi di Indonesia masih merupakan masalah masyarakat yang sangat serius
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah khususnya Dinas Kesehatan, baik pendekatan strategis maupun pendekatan taktis. Pendekatan strategis yaitu berupaya mengoptimalkan terhadap pelayanan fungsi posyandu. Pendekatan taktis upaya anti sipasi terhadap peningkatan prevalensi status gizi balita. Adapun menjadi fokos program kesehatan adalah ISPA dengan pneumonia, karna pneumonia merupakan salah satu penyebab utama masalah gizi dan kematian pada balita. Menurut data Provinsi Maluku Utara tahun 2012 tercatat 20.717 balita yang ditimbang diketahui prevalensi gizi lebih (0,74%) gizi baik (79%) kurang gizi (9,5%), gizi buruk (0,7%). Tahun 2013 tercatat 20.825 balita yang ditimbang diketahui prevalensi gizi lebih (1%) gizi baik (79%) kurang gizi (10%) gizi buruk (1%). Data laporan angka kesakitan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)dengan pneumonia, campak dan diare yang ditemukan dan ditangani seluruh kabupaten kota meningkat tahun 2012 sebanyak (17%) kasus dan 2013 sebanyak (19%). (Profil Dinkes Propinsi Maluku Utara, 2013).
Kota Ternate dari hasil pemantauan dan pelaporan presentasi balita dengan status gizi di wilayah kota Ternate, Tahun 2012 yang ditimbang 18.576 balita dan terdapat gizi buruk (1%) , kurang gizi (8%) gizi baik (91%) gizi lebih (1,4%). Tahun 2013 jumlah sasaran balita yang ditimbang 7.837 balita dan terdapat gizi buruk sebanyak (1%) kurang gizi (8%) gizi baik (90%) gizi lebih (1%) Data laporan sepuluh macam penyakit infeksi terbanyak ISPA dengan pneumonia cenderung meningkat tercatat tahun 2012 sebanyak (24%) tahun 2013 sebanyak (26%). Dimana dari 9 puskesmas yang ada dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Ternate, Puskesmas Gambesi menempati peringkat teratas ISPA dengan pneumonia. (Profil Dinkes Kesehatan Kota Ternate, 2013).
Berdasarkan data diatas maka terlihat adanya peningkatan jumlah status gizi buruk dan kurang gizi pada anak balita. Dari hasil pemantauan dan pelaporan presentasi balita dengan status gizi di wilayah kerja puskesmas Gambesi pada tahun 2012 jumlah keseluruhan balita 1084 balita yang ditimbang sebanyak 222 balita dan terdapat gizi buruk (2%) kurang gizi (13%) gizi baik (84%) gizi lebih (1%). Tahun 2013 jumlah sasaran anak balita sebanyak 925 balita dan yang ditimbang sebanyak 269 balita terdapat gizi buruk (4%) kurang gizi (20%) gizi baik (75%) gizi lebih (1%). Dan adanya peningkatan jumlah penderita infeksi pada anak yang ditemukan dan ditangani tercatat tahun 2011 sebanyak (21%), tahun 2012 sebayak (23%) tahun 2013 sebayak (29%).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian obervasi dengan rancangan cross-sectional dengan pendekatan kuantitaif.
71
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek dan subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Gambesi.
2. Sampel didefinisakan sebagai jumlah karakteristik yang dimiliki
populasi (Soegiono, 2009). Sampel digunakan dalam penelitian ini adalah semua balita usia 1-5 tahun yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Gambesi. Tercatat dalam laporan bulanan Puskesmas dan terpilih sebagai sampel sesuai dengan kreteria inklusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hubungan antara karakteristik balita, penyakit infeksi dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate
Hasil analisis hubungan karakteristik balita , penyakit infeksi dengan status gizi balita pada penelitian ini menunjukan bahwa anak balita dengan status gizi baik sebanyak 68 balita (70.1%) sedangkan gizi kurang sebayak 29 balita (29.9%). Dapat dilihat bahwa status gizi di puskesmas Gambesi masih cukup baik. Tetapi karekteristik seperti penyakit Infeksi pneumonia, riwayat pemberian imunisasi dan pemberian MP-ASI masih merupakan masalah utama untuk mendapatkan status gizi baik.
Walaupun gambaran status gizi pada puskesmas Gambesi cukup baik, tetapi masih ada sebagian balita yang mengalami gizi kurang akibat penyakit infeksi. Berdasarkan faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional adalah melalui beberapa tahapan yang menyebabkan timbulnya gizi kurang pada anak balita baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung yaitu : makanan anak dan penyakit infeksi , penyebab tidak langsung ketahanan pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Beberapa studi melaporkan penyakit infeksi pneumonia akan menurunkan kapasitas kekebalan tubuh untuk merespon dan gangguan fungsi granulosit, penurunan komplemen dan menyebabkan kurangnya mikronutrion (Sunyataningkamto, 2004)
a. Hubungan Antara Riwayat Berat Badan Lahir Dengan Status Gizi
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan mengunakan uji Chi-squeare menjelaskan ada hubungan yang signifikan antara riwayat berat badan lahir dengan status gizi di wilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate dengan nilai p= 0.501 nilai OR = 0.430 (95%CI : 0.088-2.097) yang menunjukkan riwayat balita dengan berat badan lahir normal > 2500 gram mempunyai peluang 0.430 kali untuk mendapatkan gizi baik dibandingkan dengan balita yang mempunyai berat badan rendah < 2500 gram
Dari hasil penelitian ini menunjukan b sebagian orang tua balita yang belum mengerti tentang penting asupan zat gizi pada anak
72
balita serta faktor ekonomi (daya beli), faktor lingkungan yang kurang higiene dan anak balita kurang terawat yang memudahkan terinfeksi penyakit jugas akan mempengaruhui barat badan anak. Adapun alasan tidak selamanya bayi dengan berat badan lahir > 2500 gram tidak mengalami gizi kurang . Adanya hasil penelitian ini dengan penelitian yang lainya demikian juga dengan teori perilaku dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan berat badan lahir rendah < 2500 gram akan mempengaruhi gizi baik, mungkin disebabkan karena terdapat penyebab lain yang mempengaruhi status gizi balita.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Herman (2002) dimana balita mempunyai riwayat berat badan lahir normal > 2500 gram memiliki resiko 1.9 kali mengalami gazi baik dibandingkan dengan riwayat berat badan lahir < 2500 gram namun efek secara statistik tidak bermakna, hal ini di gambarkan dengan nilai OR= 1.9 (95%CI : 0.7-4.9) p = 0.175. Hasil penlitian sejalan dengan hasil penelitian Herawati (2011) dimana riwayat berat badan lahir < 2500 gram dengan berat badan > 2500 gram tidak ada hubungan yang signifikan dengan status gizi balita saat sekarang dengan nilai p-value 0.057= (p-value > 0.05) mungkin ada penyebab lain.
Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian Sukawati (2010) menjelaskan bahwa balita berat badan lahir normal memiliki resiko gizi baik dibandingkan balita yang berat badan lahir rendah atau BBLR secara statistik tidak bermakna dengan nilai p = 0.067 (p=>0.005)
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Niketut Sutiari (2011) menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang siknifikan antara berat badan lahir normal dengan nilai p=0.354 (p=>0.005) dan nilai r=0.141 hal ini mempunyai peluang gizi baik dibandingkan anak yang terlahir rendah yang dapat dipengaruhi oleh asupan gizi
b. Hubungan antara Riwayat Pemberian ASI Ekslusif balita dengan status gizi
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan mengunakan uji CHI-square didapatkan bahwa nilai p = 0.049 niali p < 0.05) menjelaskan ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate
Dari hasil penelitian ini diperoleh balita yang tidak ASI Ekslusif mengalami mengalami gizi kuang sebayak 44 balita (63.8%) ini menjelaskan bahwa balita yang tidak diberikan ASI Ekslusif sangat rentan dengan gizi kurang dan hal ini memudahkan terjangkitnya penyakit infeksi akibat kurangnya kekebalan tubuh yang didapatkan dari ASI Ekslusif
Temuan hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Naim (2001) dimana anak usia 6 bulan-24 bulan yang tidak mendapat ASI ekslusif menunjukan hubungan yang bermakna terhadap status gizi p=0.000 dan mempunyai peluang gizi baik 4,76 kali dibanding anak usia 6 bulan – 24 bulan yang deberi Asi ekslusif.
Hasil penelitian lain sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Amerika serikat oleh Chantri, Howard dan Auigger (2006) didapatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan anata bayi yang tidak diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan-24 bulan mempunyai peluang
73
lebih besar untuk mengalami gizi baik dari dibandingkan yang sepenuhnya disusui selama 6 bulan penuh.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Etik (2014) menjelaskan bahwa balita yang riwayat pemberian ASI Yang Ekslusif memiliki peluang gizi baik dengan nilai OR=0.613 kali dan nilai p= 0.000 dibandingkan dengan yang mendapatkan ASI Ekslusif ada hubungan antara pemberian ASI Ekslusif dengan status gizi
c. Hubungan Antara Riwayat Pemberian MP-ASI Dengan Status Gizi
Dari hasil analisi bivariat dengan mengunakan uji Chi-square diperoleh nilai p= 0.039 nilai p< 0.05 maka disimpulkan ada hubungan antara pemberian MP-ASI dengan gizi pada anak balita diwilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate
Hasil penelitian wawancara dari 97 responden yang diberikan MP-ASI sebelum 6 bulan sebayak 38 balita dengan gizi kurang sebanyak 23 balita (37.7%) hal ini menjelaskan bahwa yang diberikan MP-ASI sebelum 6 bulan masih cukup tinggi yaitu sebayak (62 %) dan mengalami gizi kurang (37%) dimana sebagian orang tua balita memberikan MP-ASI pada balita pada usia 2-3 bulan keatas, adapun alasan yaitu balita selalu rewel dan tidak merasa puas kalau diberikan ASI saja. Hal ini perlu di kaji lebih lanjut oleh petugas kesehatan
Penelitian ini tidak sejalan dengan Hidayat (2011) yang menjelaskan tidak ada hubungan bermakana antara MP-ASI dengan status gizi balita p=0.403. Hasil penelitian Purwati (2003) yang tidak menemukan hubungan yang bermakna anatara MP-ASI dengan status gizi balita. Pada usia 6 bulan , selain Asi bayi mulai bisa diberikan makanan pendaping ASI (MP-ASI) karna pada usia 6 bulan bayi sudah siap dan mempunyai refleks mengunyah dan pencernaan lebih kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Niketut Sutiari (2011) menjelaskan bahwa ada hubungan signifikan antara pemberian MP-ASI dengan status izi dengan ketetapan umur pemberian MP-ASI dengan nilai OR=0.464(95%CI= 0.078-2.751)
e. Hubungan Antara Riwayat Pemberian Kapsul Vitamin A Dengan Status Gizi
Dari hasil analisis bivariat dengan mengunakan uji Chi-square di peroleh nilai p= 0.336 dimana nilai p<0.05, maka disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian vitamin kapsul A dengan status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate
Hasil wawancara dari ressponen yang mendapat kapsul vitamin A sebayak 90 dengan gizi baik sebanyak 61 balita (71.8%) gizi kurang 24 balita (28.2%) yang menapat kapsul vitamin A sebanyak 12 balita dangan gizi baik sebanyak 7 balita (58.3%) gizi kurang sebayak 5 balita (41.7%) artinya tidak ada perubahan walaupun sebagian balita mendapatkan kapsul vitamin A, dimana responden yang imunisasinya tidak lengkap namun pembrian kapsul vitamin A tetap diberikan setahun dua kali, sejak anak berusia 6 bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU) untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 100.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan. Walaupun penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat peberian kapsul Vitamin A
74
dengan status gizi balita, namun perlu pemberian kapsul vitamin A pada balita yang bersamaan dengan imunisasi dapat meningkatkan titer anti bodi yang spesifik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hatta (2001) yang menjelaskan bahwa riwayat pemberian kapsul vitamin A tidak ada berhubungan yang dengan status gizi balita, dan balita yang tidak mendapat kapsul vitamin A mempunyai peluang gizi baik 0.800 kali dibandingkan balita yang mendapat kapsul vitamin A dengan nilai P valus =0.063
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arsin (2012) menjelaskan bahwa yang memperoleh kapsul vitamin A mempunyai peluang gizi kurang dibandingkan dengan tidak memperoleh kapsul vitamin A dengan nilai p =0.039 nilai p<0.05 dengan demikian ada hubungan bermakna antara pemberian kapsul vitamin A dengan status gizi.
d. Hubungan Antara Riwayant pemberian imunisasi Dengan Status Gizi
Berasarkan hasil analisis bivariat diperoleh pula nilai p= 0.020 dimana nilai p<0.05, maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang antara riwayat pemberian imunisasi dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi Kota Ternate. Dari analisis diperoleh pula nilai OR = 3.294 artinya balita yang memperoleh imunisasi lengkap mempunyai peluang gizi baik 18.831kali
Selama wawancara dari 97 responden terdapat 24 respoden yang imunisasinya tidak lengkap ini dapat dilihat bahwa sebagian responden belum memahami pentingnya imunisasi. Adapun alsan atau keluhan adalah pada saat imunisasi pertama (imunisasi BCG) anak balita langsung mengalami demam dan rewel serta pembengkakan pada lengan/paha setelah imunisasi sehingga tindakan selanjutnya responden tidak membawa lagi anak balitanya untuk imunisasi. Hasil data penelitian dari 56 responden yang imunisasi tidak lengkap yaitu imunisasi balita, DPT 15 balita, polio 15 balita, campak 15 balita dan 9 balita tidak pernah diimunisasi.s
Balita yang telah mendapatkan imunisasi lengkap diharapkan terhindar dari penyakit infeksi yang merupakan komplikasi penyakit yang paling sering terjadi pada anak balita. Oleh karena itu imunisasi sangat penting membantu pencegahan terjadinya penyakit infeksi pneumonia
Hasil ini sejalan dengan Herman (2002) bahwa ada hubungan yang bermakna antara imunisasi dengan status gizi balita dengan nilai p = 0.000 (α= 0.05) hasil uji statistik multifariat didapatkan balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap mempunyai peluang gizi baik 0.800 kali dibandingkan dengan balita yang riwayat imunisasi lengkap dengan balita yang mendapatkan imunisasi lengkap.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Novitasari (2012) menjelaskan bahwa ada hubungan bermagna antara imunisasi dengan status gizi dengan nilai OR= 12.000 (95%CI=4.180-34.454) dimana imunisasi merupakan faktor resiko dari kejadian gizi kurang.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sukawati (2010) menjelaskan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara imunisasi dengan status gizi
75
dengan niali p=0.002 dari nilai (α=0.05)
e. Penyakit Infeksi pneumonia
Berasarkan hasil analisis bivariat dengan mengunakan uji Chi-square diperoleh pula nilai p= 0.000 dimana nilai p <0.05. maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara penyakit infeksi pneumonia dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Gambesi. Dari hasil analisi diperoleh nilai OR=14.568 artinya tidak infeksi mempunyai gizi baik 131.143 kali dibandingkan yang infeksi pneumonia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sunyatanigkamto, dkk (2004) menjelaskan bahwa ada hubungan antara status gizi anak balita dengan penyakit infeksi dan mempunyai peluang gizi baik sebesar 0.052 kali dibandingkan dengan anak balita yang tidak infeksi. Hal ini disebabkan anak balita dengan penyakit infeksi atau kontak dengan penderita Tb akan mengalami peningkatan risiko terkena radang paru-paru sebagai komplikasi Influensa.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Novitasari (2012) menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status gizi dengan nilai OR=35.286 (95%CI=7.390-168.476) nilai p=0.000
h. Variabel Independen yang Paling Berpengaruh Terhadap Status Gizi
Pada pemilihan kandidat variabel multivariat semua variabel independen mempunyai nilai p < 0.025 yaitu iwayat MP-ASI, riwayat imunisasi dan penyakit Infeksi
Hasil uji regresi logistik model akhir diketahui ada 3 (dua) variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap status gizi yaitu variabel penyakit infeksi pneumonia yang lebih tinggi dengan nilai OR = 20.725 kali, di susul variabel imunisasi dan variabel MP-ASI.
Dari 97 responden yang di wawancara dan di diagnosa oleh dokter sesuai protab MTBS yang menderita penyakit pneumonia sebayak 29 balita (batuk, flu disertai tarikan dinding dada kedalam serta kesulitan bernafas), adapun dari tiga responden yang menderita pneumonia akibat kontak langsung dengan penderita Tb Paru dan penderita asma
DAFTARA PUSTAKA
Austin, james, E. 1981. Nutrition Program In The Trid World, Cases and Readding, Harver College
Almatsier, sunita (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi: Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Apriadji,(2009) Studi tentang karakteristik keluarga dan pola asuh anak balita gizi kurang dan gizi buruk diwialayah kerja Puskesmas Gerung, Kabupaten Lombok Barat. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Agustin, (2011) Hubungan antara pola pemberian MP-ASI dan penyakit infekasi terhadap status gizi balita usia 6 – 24 bulan di Kelurahan Gedung Cowek,Surabaya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Surabaya
Arikunto & Suharsimi (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Anomous, (2013) Profil Dinas Kesehatan Profinsi Maluku
76
Utara tahun 2012. Hal 214-217
Anomous, (2013) Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kota Ternate tahun 2012. Hal 103-108
Anomous, (2014) Laporan Triwulan Akhir Puskesmas Gambesi tahun 2013. Hal 57-60.
Chantry, C. J, Howard, C. R., dan Auinger P. (2006). Full breastfeeding duration and associated decrease in respiratory tract infection in US children. Official Journal of American academy of pediarrics journal.
Departemen Kesehatan RI (2004). Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan Akut (ISPA) untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI (2006) Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Depkes RI.
Departemaen Kesehatan RI (2006). Pedoman pengendalian penyakit saluran pernafasan akut. Jakrta :Depakes RI.
Departemen Kesehatan RI (2009). Menejemen terpadu balita sakit (MTBS). Depkes RI.
Depertemen Ilmu Kesehatan Anak (2010) Pengendalian pneumonia anak –balita dalam rangka pencapain MDGs
Greenwood (2008). A global action plan for the Drevention and control of pneumonia. Bulletin of the Word Healt Organization 86:321-416.
Hastanto (2006) Pengolahan data Uji Instrumen Analisis Univariat, Bivariat dan Analisis Multivariat. Fakultas Kesehtan Masyarakat Universitas Indonesia.
Iriayanto (2010) Epidemiologi peyakit menular & tidak menular. Jakarta
Kaplan, et al. (2008). Recurrent pneumonia in children a cese report an approch to diagnosis, clinic pediatric 45: 15-22.
Klemm R, et al (2008). Newborn Vitamin A suplementation reduced infant mortality in rurak Bangladesh. Of jurnal of American Academy of pediatrics journal. 122:248.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta
Lam Soh, K. (2007). Critical care nurses knowledge in preventing nosocomial pneumonia. Australia journal of Advenced nursing,24(3)
Langley, et al. (2005). Defining pneumonia in critically ill infants and children, Pediatrics Critical Care Medicine.
Misnadiarly (2008). Penyakit infeksi saluran pernafasan pneumonia pada anak, orang dewasa dan usia lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Muryanani, Anik. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Dalam
77
Kebidanan. Jakarta : Sagung Seto
Naim K. (2001). Hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada anak umur 4 bulan – 24 bulan di Kabupaten indramayu. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Niessen L. (2009). Coperative impect assesment of chil pneumonia interventions. Bulletin World Health Organization, 87:472-480.
Notoatmodjo (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Riyanto Agus (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta
Olsen, at al (2004). The incedence of pneumonia in rural Thailand. International Juornal Of Infection Diseases. Published by Elsevier Ltd International Society for Infectious Diseases.
Sastroasmoro, S, dan S. Ismail. (2010). Dasar- dasar Metodologi penelitian klinis. Edisi ke 3. Sagung Seto. Jakarta
Susi (2011). Hubungan penyakit infeksi ISPA dengan status pada anak balita di RSUD Pasar Rebo Jakrta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia.

Leave a comment